Selasa, 20 Januari 2015

UNIVERSALISME ALLAH (Yunus 3:1-3)




TUHAN yang kita sembah adalah TUHAN yang universal, artinya TUHAN yang tidak hanya menyayangi satu bangsa saja dan TUHAN yang tidak pilih kasih yang menaruh hati bagi semua bangsa, walaupun seolah-olah di dalam sejarah perjalanan bangsa Israel TUHAN tidak menyayangi bangsa-bangsa lain, tetapi sebenarnya TUHAN mengasihi semua bangsa.
Seorang penginjil India, Sundar Singh, menulis tentang kebakaran hutan di pegunungan Himalaya yang ia saksikan ketika sedang melakukan perjalanan. Saat banyak orang berusaha memadamkan api, ada sekelompok orang yang memandangi sebuah pohon yang dahan-dahannya mulai dijalari api. Seekor induk burung dengan panik terbang berputar-putar di atas pohon. Induk burung itu mencicit kebingungan, seakan-akan mencari pertolongan bagi anak-anaknya yang masih di dalam sarang. Ketika sarang mulai terbakar, induk burung itu tidak terbang menjauh. Sebaliknya, ia justru menukik ke bawah dan melindungi anak-anaknya dengan sayapnya. Dalam sekejap, ia beserta anak-anaknya hangus menjadi abu.
Lalu Singh berkata kepada orang-orang itu, "Kita baru saja melihat hal yang luar biasa. Allah menciptakan burung yang memiliki kasih dan pengabdian begitu besar sehingga rela memberikan nyawanya untuk melindungi anak-anaknya "
Dalam Kitab Yunus 3:1-3 di catat bagaimana TUHAN mengutus Yunus untuk kedua kalinya, dimana sebelumnya Yunus telah menolak panggilan TUHAN untuk menyampaikan isi hati TUHAN kepada bangsa Israel, hal ini menjadi bukti bagaimana kasih TUHAN sangat besar kepada bangsa bangsa lain (luar Israel).
Dalam ayat ke-2 ada semacam kalimat perintah kepada Yunus untuk bangun dan pergi, dalam bahasa aslinya kata bangun adalah “qum” yang merupakan makna kiasan, seumpama seorang yang lagi terlelap dan sedang enak untuk tidur diperintahkan untuk bangun dengan segara karena ada sesuatu hal yang ingin dikerjakan dengan serius,  dan kata yang kata perintah yang ke-2 adalah halak atau pergi merupakan sebuah kata perintah untuk memerintahkan seseorang melangkahkan kaki dan bergerak dari tempat yang satu ke tempat yang lain untuk sebuah tujuan
Tugas Yunus memang tidak gampang, Yunus di utus kepada sebuah bangsa kafir yang sangat kejam, Yunus seumpama seekor domba yang di utus di tengah-tengah kawanan serigala, oleh karena Niniwe adalah bangsa yang sangat kejam. Berikut saya akan menjelaskan bagaimana keadaan kota Niniwe sehingga kita dapat mengerti mengapa pada awal pengutusannya Yunus menolak untuk melakukan tugasnya.
Niniwe adalah ibu kota dari Kerajaan Asyur,  kota ini bukan saja hanya kota Metropolitan tetapi merupakan kota Megapolitan, Niniwe adalah tempat persimpangan jalur perniagaan yang melalui sungai Tigris. Kota purba ini menempati posisi tengah antara Laut Tengah dengan Samudra Hindia, maka kota ini menghubungkan timur dan barat. Berkat posisi pentingnya bagi perdagangan; berbagai komoditas perdagangan, uang, dan kekayaan mengalir dari berbagai tempat ke Niniwe. Akibatnya kota ini menjadi salah satu kota terbesar dan terkaya pada zaman purba inilah yang menjadi bukti bahwa Niniwe merupakan kota Megapolitan dan merupakan salah satu kota pemegang perekonomian pada zaman tersebut, Niniwe juga merupakan kota di mana terdapat peyembahan terhadap dewa-dewa, dalam sebuah penelitian arkeologi di temukan terdapat reruntuhan kuil-kuil dewa-dewa asing yang mereka sembah.
Namun, walaupun begitu besar dosa bangsa ini, TUHAN tetap berkenan kepada mereka, oleh karena TUHAN mengasihi semua bangsa,

Jika beberapa ribu tahun yang lalu TUHAN menaruh hari dan mataNya untuk Kota Niniwe atau bangsa Asyur, saya percaya juga bahwa saat ini TUHAN menaruh hati bagi bangsa ini, bangsa Indonesia, jika kita melakukan studi komperatif, Niniwe kurang lebih hamper sama dengan bangsa Indonesia, baik dari segi Geografis, Kejahatan dan Kemerosotan moral, tetapi walaupun bangsa ini begitu jahat, namun TUHAN pasti akan tetap berkenan bagi bangsa ini, namun permasalahannya sekarang adalah, apakah masih ada hamba-hamba TUHAN yang seperti Yunus dalam pengutusan ke dua, yang siap untuk terjun di tengah-tengah serigala, kebanyakan hamba-hamba TUHAN saat ini lebih memilih untuk tinggal diam di dalam zona nyaman mereka dari pada mereka pergi untuk mengabarkan injil, jika kita belajar dari sejarah pekabaran injil, kebanyak para pekabar injil bukan dari kalangan pendeta, tetapi dari kalangan kaum awam, mengapa? Karena kebanyakan hamba TUHAN lebih senang dan lebih memilih untuk berada di dalam zona nyaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar