TUHAN yang
kita sembah adalah TUHAN yang universal, artinya TUHAN yang tidak hanya
menyayangi satu bangsa saja dan TUHAN yang tidak pilih kasih yang menaruh hati
bagi semua bangsa, walaupun seolah-olah di dalam sejarah perjalanan bangsa
Israel TUHAN tidak menyayangi bangsa-bangsa lain, tetapi sebenarnya TUHAN
mengasihi semua bangsa.
Seorang penginjil India, Sundar
Singh, menulis tentang kebakaran hutan di pegunungan Himalaya yang ia saksikan
ketika sedang melakukan perjalanan. Saat banyak orang berusaha memadamkan api,
ada sekelompok orang yang memandangi sebuah pohon yang dahan-dahannya mulai
dijalari api. Seekor induk burung dengan panik terbang berputar-putar di atas
pohon. Induk burung itu mencicit kebingungan, seakan-akan mencari pertolongan
bagi anak-anaknya yang masih di dalam sarang. Ketika sarang mulai terbakar,
induk burung itu tidak terbang menjauh. Sebaliknya, ia justru menukik ke bawah
dan melindungi anak-anaknya dengan sayapnya. Dalam sekejap, ia beserta
anak-anaknya hangus menjadi abu.
Lalu Singh berkata kepada
orang-orang itu, "Kita baru saja melihat hal yang luar biasa. Allah
menciptakan burung yang memiliki kasih dan pengabdian begitu besar sehingga
rela memberikan nyawanya untuk melindungi anak-anaknya "
Dalam Kitab Yunus 3:1-3 di catat bagaimana TUHAN mengutus
Yunus untuk kedua kalinya, dimana sebelumnya Yunus telah menolak panggilan
TUHAN untuk menyampaikan isi hati TUHAN kepada bangsa Israel, hal ini menjadi
bukti bagaimana kasih TUHAN sangat besar kepada bangsa bangsa lain (luar
Israel).
Dalam ayat ke-2 ada semacam kalimat perintah kepada Yunus
untuk bangun dan pergi, dalam bahasa aslinya kata bangun adalah “qum” yang merupakan makna kiasan,
seumpama seorang yang lagi terlelap dan sedang enak untuk tidur diperintahkan
untuk bangun dengan segara karena ada sesuatu hal yang ingin dikerjakan dengan
serius, dan kata yang kata perintah yang
ke-2 adalah halak atau pergi
merupakan sebuah kata perintah untuk memerintahkan seseorang melangkahkan kaki
dan bergerak dari tempat yang satu ke tempat yang lain untuk sebuah tujuan
Tugas Yunus memang tidak gampang, Yunus di utus kepada
sebuah bangsa kafir yang sangat kejam, Yunus seumpama seekor domba yang di utus
di tengah-tengah kawanan serigala, oleh karena Niniwe adalah bangsa yang sangat
kejam. Berikut saya akan menjelaskan bagaimana keadaan kota Niniwe sehingga
kita dapat mengerti mengapa pada awal pengutusannya Yunus menolak untuk
melakukan tugasnya.
Niniwe adalah ibu kota dari Kerajaan Asyur, kota ini bukan saja hanya kota Metropolitan
tetapi merupakan kota Megapolitan, Niniwe adalah tempat persimpangan jalur
perniagaan yang melalui sungai Tigris. Kota purba ini menempati posisi tengah
antara Laut Tengah dengan Samudra Hindia, maka kota ini menghubungkan timur dan
barat. Berkat posisi pentingnya bagi perdagangan; berbagai komoditas
perdagangan, uang, dan kekayaan mengalir dari berbagai tempat ke Niniwe.
Akibatnya kota ini menjadi salah satu kota terbesar dan terkaya pada zaman
purba inilah yang menjadi bukti bahwa Niniwe merupakan kota Megapolitan dan
merupakan salah satu kota pemegang perekonomian pada zaman tersebut, Niniwe
juga merupakan kota di mana terdapat peyembahan terhadap dewa-dewa, dalam
sebuah penelitian arkeologi di temukan terdapat reruntuhan kuil-kuil dewa-dewa
asing yang mereka sembah.
Namun, walaupun begitu besar dosa bangsa ini, TUHAN tetap
berkenan kepada mereka, oleh karena TUHAN mengasihi semua bangsa,
Jika
beberapa ribu tahun yang lalu TUHAN menaruh hari dan mataNya untuk Kota Niniwe
atau bangsa Asyur, saya percaya juga bahwa saat ini TUHAN menaruh hati bagi
bangsa ini, bangsa Indonesia, jika kita melakukan studi komperatif, Niniwe
kurang lebih hamper sama dengan bangsa Indonesia, baik dari segi Geografis,
Kejahatan dan Kemerosotan moral, tetapi walaupun bangsa ini begitu jahat, namun
TUHAN pasti akan tetap berkenan bagi bangsa ini, namun permasalahannya sekarang
adalah, apakah masih ada hamba-hamba TUHAN yang seperti Yunus dalam pengutusan
ke dua, yang siap untuk terjun di tengah-tengah serigala, kebanyakan
hamba-hamba TUHAN saat ini lebih memilih untuk tinggal diam di dalam zona
nyaman mereka dari pada mereka pergi untuk mengabarkan injil, jika kita belajar
dari sejarah pekabaran injil, kebanyak para pekabar injil bukan dari kalangan
pendeta, tetapi dari kalangan kaum awam, mengapa? Karena kebanyakan hamba TUHAN
lebih senang dan lebih memilih untuk berada di dalam zona nyaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar